Diamond Ring

IMG_35504276554761

Sambil menggenggam jari manisku Cinta bertanya lirih padaku,
Bunda, apakah kamu menikah dengan papa?
Sambil tersenyum aku menjawab dan membelai kepalanya, tentu saja sayang…. Jawabku.
Tapi mengapa kau tak memakai cincin? Tanya nya kembali.

Aku teringat pada cincin kawinku, yang kulepaskan sehari sebelum melahirkan anak anakku dan hingga kini tak kukenakan lagi.
Dilepaskan atas permintaan suster yang membawaku ke ruang bersalin, dan kutitipkan saat itu juga pada Luc.
Cincin emas bermata berlian, yang disebutkan dalan janji pernikahan kami sebagai mahar dari Luc.
Diamond ring dengen cerita seru sebelumnya, dua kali dibawa kembali ke Belanda karena terlalu longgar di jariku, sedangkan Luc benar benar ingin cincin yang perfect dan pas di jari manisku. Cincin yang menjadi cerita tak menyenangkan saat datang yang kedua kalinya di bandara Soekarno Hatta, karena Luc harus berurusan dengan pihak imigrasi di bandara karena membawa cincin tersebut. Kata pihak imigrasi Luc harus membayar pajak barang mewah, dan Luc tak begitu saja mau menerima apa yang disampaikan petugas imigrasi, alasan Luc bagaimana mungkin dia harus membayar pajak untuk kedua kalinya untuk barang yang sama? Mengherankan sekali harus membayar pajak sedangkan di Belanda dia juga sudah membayar pajak saat membeli cincin tersebut, dan cincin itu akan kembali dibawa ke Belanda karena akan berada di jari manisku.

Tapi sudahlah, cerita tertahannya Luc satu jam lamanya di bandara menjadi cerita yang mengasyikan saat kami mengingatnya kembali, pengalaman seru!

Pertanyaan Cinta akan cincin perkawinanku, mengingatkan aku pada cerita yang pernah aku baca saat aku kecil dulu, melekat erat dalam ingatanku. Cerita pendek dalam majalah Gadis di kolom Percikan yang aku baca saat aku masih duduk di bangku SMP, tak tau siapa pengarangnya tapi yang aku ingat cerita tersebut merupakan terjemahan dari sebuah cerita asing.

Dan inilah kira kira yang aku ingat ceritanya……… disertai hayalan dan pengurangan atau tambahan dalam imajinasiku……..

Laki laki muda itu masuk ke dalam toko perhiasan dimana aku tengah bertugas.
Nampak ragu ragu dan sedikit tak percaya diri.
Aku menyapanya, mempersilahkan masuk, dan bertanya dengan sapaan seramah mungkin. Ada yang bisa saya bantu, mas….
Pemuda itu tersenyum membalas senyumanku dan berkata lirih, aku ingin membeli cincin berlian yang ada di etalase depan sana. Katanya sambil menunjuk ke arah depan toko kami, dimana barang barang istimewa terpajang, sehinggga orang yang lalu lalang di depan toko kami bisa dengan mudah melirik barang pajangan yang bereda di etalase depan.
Aku beranjak menghampirinya, memeriksa cincin berlian yang dia maksud. Agak ragu ragu juga aku mengeluarkan cincin tersebut dalam etalase dan menunjukannya pada pemuda tersebut.
Dengan sumringan dia memandang takjub pada cincin yang aku sodorkan kepadanya. Binar berlian yang terpancar seolah ikut menyilaukan matanya, beberapa kali aku memergoki matanya yang terbelalak bahagia.
Aku ingin membeli cincin tersebut, ucapnya mantap.

Aku memeriksa harga yang tertera pada cincin tersebut, sedikit ragu ragu untuk mengucapkan harganya pada pemuda yang tengah berbahagia.
Hhmmmm, cincin ini memang yang paling indah yang ada pada toko kami, dan tentunya harganya juga ‘indah’. Kataku disertai kata pembuka untuk menyebutkan jumlah yang fantastis untuk cincin tersebut.
Sekonyong konyong, pemuda tersebut menyambar perkataanku dengan cepat.
Aku tahu harganya, aku sudah tahu dari beberapa bulan sebelumnya, aku sudah mengincarnya hampir tujuh bulan lamanya, aku setengah mati ketakutan, takut cincin tersebut sudah dibeli orang sebelum aku sanggup membelinya. Kini aku sudah mempunyai uang yang cukup untuk membeli cincin berlian tersebut, dari uang seluruh tabunganku ditambah kerja tambahan selama beberapa bulan terakhir untuk segera dapat membeli cincin itu.

Aku memandang pemuda tersebut, menyimak paras wajahnya yang biasa saja, dia bukan pemuda tampan, tak ada tampang keren atau dandanan necis dalam tubuhnya, tapi aku melihat paras wajahnya yang lembut, sejuk dan lugu. Tingkah lakunya yang sopan dan sangat antusias akan penceritaan perjuangan untuk membeli cincin itu sangat menarik perhatianku.

Tanyaku, tanpa bermaksud mengorek pada siapa cincin tersebut akan diberikan telah menoreh alam pikiranku untuk berpikir menebaknya.

Tentu akan sangat beruntung dan berbahagia sekali siapapun yang akan memakai cincin ini kelak, jika tahu begitu gigihnya anda untuk mendapatkan cincin ini. Kataku ikut berbahagia.

Yeaahh, aku bermaksud melamar kekasihku setelah berhasil membeli cincin ini. Katanya dengan muka yang langsung berubah merah.

Oohhh, seruku ikut merasakan kegembiraan yang ada dalam diri pemuda itu, selamat mas… Lanjutku. Tentunya dia seorang gadis yang sangat istimewa, sungguh aku ikut berbahagia untuk anda.

Yeah, dia gadis yang sangat cantik dan aku sangat mencintainya, aku ingin selalu membahagiakannya, dan aku tahu cincin ini akan semakin cantik di jari manisnya. Ucapnya menggebu gebu.

Tak terasa keharuan segera menjalar dalam diriku, sambil mengemas cincin tersebut aku ikut mendoakan semoga pernikahan mereka langgeng. Kubayangkan gadis cantik kekasih si pemuda tentunya gadis yang ramah dan lugu seperti pemuda tersebut.

Dan cerita pemuda yang datang ke toko kami hampir saja aku lupakan, jika tak ada kejadian hari ini.  Hari ini, dengan udara sejuk di musim semi, aku membuka toko di pagi hari yang tak berapa lama seorang perempuan cantik yang menor memasuki toko kami. Dandanannya begitu menggoda, dengan sepatu lars tinggi dia berjalan dengan lincah, bak pragawati di atas catwalk. Wangi parfum langsung tercium saat dia mendekatiku, bibirnya yang bergincu merah tersenyum genit ke arahku.

Aku ingin menjual sesuatu di tokomu. Ucapnya dengan suara yang dibuat seseksi mungkin.

Boleh aku liat. Pintaku ramah.
Dia menyodorkan kotak cincin yang rasanya aku kenal. Aku segera membukanya. Dan tiba tiba kepalaku pening, perutku mual, rasanya aku ingin muntah saat itu juga. Masih kudengar sayup sayup suaranya yang diiringi tawanya yang cekikikan.
Cincin ini hadiah dari seorang pemuda bodoh, haahhh pemuda yang begitu gila mencintaiku, dan dengan cincin ini dia melamarku….. hahahahaha. Ah pemuda bodoh yang malang, tapi aku tak kuasa menolak hadiahnya, bukankah akan membuat hatinya semakin sakit jika menolak pemberiannya, bukan? Jadi kuterima saja cincin yang indah in tapi kutolak lamarannya. Itu yang terbaik bukan? Tanyanya meminta pembenaran pada diriku.
Dan lanjutnya,
Aku senang saja menerima hadiahnya, aku toch bisa menjualnya dan mendapatkan cincin lain dari lelaki lain hahahaha.

Sempoyongan aku menggenggang cincin itu dengan erat, membayangkan pemuda lugu tersebut saat datang ke toko kami sebulan yang lalu dengan muka sumringah penuh kebahagian.

Tidak! Tidak pantas, seruku berkali kali dalam hati dengan amarah yang tak dapat aku perlihatkan di depan tamu di toko kami di musim semi yang berubah panas.

PS. Menghitung mundur, memperingati hari perkawinan kami yang beberapa hari lagi.

18 thoughts on “Diamond Ring

  1. Saya dapet dua cincin kawin. Sebenernya satu buat saya dan satu buat suami.tp karna dia gak mau (dan gak boleh) pake cincin, jadinya saya dibeliin dua.. eh sayangnya cincin yang satunya hilang beberapa minggu setelah nikah (sama gelang dan kalungnya juga! huaa..saya emang ceroboh)

  2. Sedih campur jengkel Yang baca ceritanya. Terkadang ketulusan hati disalahgunakan untuk memperalat atas nama cinta.

    Aku dan Suami ga pakai cincin nikah sehari2. Cuman 2 kali pakai. Pas hari pernikahan kami dan pas Kremasi Papa mertua. Kami sama2 ga suka pakai cincin 🙂

    Selamat menjelang ulang tahun pernikahan yaa 🙂

    • nah itu dia, manusia kadang suka menghalalkan segala cara, walau jelas ada pihak yang dirugikan.
      Wah sama Den, suamiku juga ga suka pake cincin atau aksesoros lainnya, makanya kita memutuskan hanya membuat satu cincin saja, hanya untukku karena dia ga mau pakai cincin, sayang kalau harus beli dua tapi tidak dipakai, tapi ternyata sekarang akupun ga pakai, wah mesti dipakai lagi nih 😉

    • Betul, sampai dibawa ke kamar lain karena ga mau bayar. Trus suami bilang bahwa empat bulan yang lalu dia juga udah bawa cincin ini dan udah bayar pajak, kenapa harus bayar lagi? Pokoknya dipersulit gitu, sampai dutanya tanya bawa apa aja, padahal kan udah ditulis di surat kedatangan itu dia bawa apa aja, perhiasan juga ya cuma cincin itu

  3. Owh, betapa menyedihkannya nasib si pria. Dengan pengorbanan seperti itu, malah sesal dan sedih yang ia dapat. Semoga si empunya cerita melanjutkan kisahnya dengan menyelipkan sedikit akhir bahagia untuk si pemuda. Tak tega rasanya, soalnya kasihan sekali :huhu.
    By the way, happy wedding anniversary, Mbak! Semoga tetap langgeng untuk tahun-tahun pernikahan yang luar biasa lainnya :)).

Leave a reply to nyonyasepatu Cancel reply