Hari ke duapuluh enam dan duapuluh tujuh
Jumat dan Sabtu 22-23 Agustus 2014
Rasanya diantara negara yang pernah aku kunjungi, sepertinya Indonesia juara satu dengan jumlah mall terbanyak. Jadi sepertinya tak salah jika mendapat julukan negara sejuta mall. Dan mall yang paling kami sukai selai BIP dan Paris van Java(tahun ini kami tak sempat ke PVJ) adalah Ciwalk, karena setiap kami pulang ke Bandung kami selalu menyempatkan tidur di hotel Sensa salah satu alasannya karena berada di dalam mall Ciwalk.
Saat Luc check internet bioskop apalagi yang belum dia kunjungi, dia menemukan nama Festival City Link yang sebelumnya belum pernah aku dengar. Karena Luc hobby sekali nonton film maka nama mall yang baru aku dengar kali ini pun akhirnya kami datangi.
Ternyata Festival City Link dulunya gedung lama dari Molis yang dulu bankrut dan kini berubah wajah. Jadwal ke mall kali ini apalagi kalau bukan memenuhi permintaan Luc nonton film, karena semua film sudah dia tonton di mall yang lainnya, dia menemukan satu judul film yang tidak ada dibioskop lainnya dan hanya da di Festival City Link ini. Sementara Luc menonton film, aku sibuk creambath.
Esoknya kami datang ke TSM yang dulunya bernama BSM. Bahkan Luc pun ikut terkaget kaget saat BSM berubah nama, tanyanya kenapa harus berubah nama? Mungkin disesuaikan namanya karena kini ada Trans Studio disana?
Lebih kaget lagi, karena saat kami makan di food court, kami harus bayar makanan pakai kartu yang ada saldonya. Yah kami kan tak tau, kita pesan makan dan begitu bayar mereka tanya ada kartunya? Yah aku bilang ga punya dong, dan aku langsung memberikan uang 50 ribu untuk semangkuk mie kocok dan kerupuknya. Nah orang yang melayaniku di gerai mie kocok itu memberikan sebuah kartu dari dompetnya, sambil berkata pake punyaku saja dulu dan aku diminta mengisi debitnya sebesar 50 ribu di counter pengisian kartu Trans.
Sambil melongo keheranan aku laksanakan juga perintahnya, saat aku duduk dan menanti Luc yang sedang membeli soto di kedai yang lainnya, aku mendengar panggilan Luc, dia tak mengerti sama sekali apa yang diminta kassa, o alah aku sudah menyangka pasti dia diminta kartu juga, aku jelaskan kami tak memiliki kartu dan aku meminta untuk membayar cash saja. Akhirnya orang yang melayani Luc setuju. Sialnya saat Luc akan membeli juice untuk minum, kedai juice tak menerima uang cash, sambil bersungut sungut Luc kembali duduk dan kembali berkeluh kesah mengenai sistem pembayaran yang menjengkelkan itu. Ya tentu saja menjengkelkan bagi kami yang baru pertama kali lagi datang, tak tahu apa apa mengenai kartu Trans dan tak mendapat penjelasan sebelumnya.
Oh ya, hal yang bikin aku terkejut juga adalah ternyata saat aku ke supermarket yang ada di TSM, Hero supermarket aku terpana melihat tampilan Hero sekarang ini, lebih diperuntukan untuk ekonomi kelas menengah ke atas, disaat aku mencari cereal untuk Cinta Cahaya, ย ternyata disini harganya cukup mahal yaitu Rp. 113.490, padahal biasanya aku membeli dengan harga sekitar 3 euro saja untuk jenis cereal yang sama keluaran Kellogg’s
Cukup sekali saja makan di food court TSM, sungut Luc dengan nada jengkel.
foodcourt di mal sini juga pake sistem kartu deposit gitu, mba. bikin ribet kalau menurut saya mah
Ya aku ga tau kalo jaman sekaran banyak food court sistem pembayarannya kayak gitu, jadi rasanya ribet pas pertama nemuin yang kayak gitu, aku ga gaul hihihi
jangan-jangan cuma di indonesia nih, mba. hehe
Itu biasa di beberapa foodcourt di mall Jakarta Yayang. Deposit jumlah dikartu. Kalo jumlah uangnya tersisa, bisa dikembalikan kok.
Btw, kamu tinggal di Rotterdam bukan? Ada satu resto Italia, Vapiano, dideket Dudok Cafe. Makan dan minum disitu juga diberi kartu oleh resepsionis. Bedanya dengan di Indonesia, ngga ada deposit. Ini karena resto tersebut memakai sistem counter, tiap pesanan selesai, kartu akan discan. Bayar jumlah total di kasir.
Menurutku pribadi sistem
ini malah gampang dan nyaman untuk konsumen, hanya bayar satu kali. Tapi ya pendapat orang berbeda ya ๐
Hihi iya ya Vapiano sistemnya seperti itu juga walau bayarnya bareng langsung di kassa, ga inget ke Vapiano waktu makan disana. Mungkin karena kita ga tau dan ga punya kartu, jadi kaget dan merasa ribet. Padahal kan tinggal beli kartu aja ๐
Nah itu ke mall Jakarta juga baru sekali, dan kebetulan ga nemu sistem kayak di TSM. Tapi beneran aku banyak kagetnya dengen perkembangan Bandung sekarang, pesat. Sebelum tahun 2014 ya tahun 2012 ke Bandung. Dua tahun di tinggal udah lebih rame ๐
Iya sekarang ada aja food court yang sistem bayarnya begitu, ngeribetin yang beli tapi dari sisi pedagang jadi rapi mbak. Gak ada lagi yang lupa bayar, gak ada lagi penjual yang ribet terima duit sama bikin bon. errr dari sisi konsumen ya gitu deh, ribet. belom lagi kalo akhirnya kita lupa nguangin lagi sisa uang di kartu deposit. Gigit jari ๐
Ya mungkin karena kami ga terbiasa dan ga nyangka sistemnya kayak gitu, jadi rasanya ribet dan ngerasa bego karena ga tau apa apa. Next time better hehehe
Hahaha jangankan mbak Yayang, aku pun masih belum kebiasa mbak
Ada tuh kartunya yang sampe sekarang kesimpen di dompet gara gara kebawa lupa di uangin lagi ๐
Aku nggak paham dengan ide pembayaran itu, nggak efisien banget dan buang buang sumber daya manusia serta waktu. Tapi kayaknya itu cara mengontrol supaya para vendor bagi hasil dengan pemilik lahan.
Indonesia untuk bisnis memandang ke Amerika sih, disana jg sama gila nya kayak di Indo, mall gede dimana2.